Kauman, Cikal Bakal Pembatik

SM/Trias Purwadi KOLEKSI BATIK: Salah seorang petugas Museum Batik menjelaskan tentang koleksi batik yang dipajang.(30)

NAMA Kelurahan Kauman, Kecamatan Pekalongan Timur kini mendapat sebutan baru sebagai Kampoeng Batik, menjelang Pekan Batik Internasional (PBI).

Pengukuhan kampung itu sekaligus melengkapi potensi yang lain, seperti Museum Batik dan Pasar Grosir Setono.

Meski ada penyebutan Kampoeng Batik, hal itu tidak mengurangi kesan daerah lain bahwa Kota Pekalongan identik dengan batik.

Bagaimana kelurahan berpenghuni 2.019 jiwa ini bisa ditetapkan sebagai Kampoeng Batik?

Penetapan sebutan itu tentu bukan tanpa alasan. Sebab, menurut Kepala Kelurahan Sudirman, ada latar belakang historisnya.

Kauman yang kini terdapat 52 pengusaha batik ini merupakan cikal bakal perkembangan batik di Pekalongan.

Konon, pembatik yang tersebar di daerah lain seperti Solo dan Yogyakarta berasal kauman.

''Secara turun-temurun keterampilan membatik ini kemudian diwarisi oleh anak cucu hingga bertahan sampai sekarang,'' ujarnya.

Pengusaha batik HM Farauq, (61) menguatkan pendapat Sudirman. Penasihat Kampoeng Batik ini menuturkan, batik berkembang di Kauman sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang.

Bahkan, dia tidak ingat lagi sudah memasuki generasi keberapa. Kendati demikian, menurut dia ada tiga produk yang merupakan bentuk teknik batik, yakni tulis, cap, dan printing.

Meski dalam perkembangan selanjutnya, timbul persoalan tersendiri dalam pemasaran, printing telah menggeser batik tulis yang sudah dikenal memiliki nilai seni yang tinggi.

''Meski terpuruk karena muncul printing, generasi sekarang sudah kembali berkreasi menggunakan batik tulis,'' ujarnya.

Dia berharap, momentum PBI bisa mengangkat kembali batik tradisional, setelah tahun 1990an terpuruk.

Selain itu, pemerintah bisa mengambil kebijakan untuk mengangkat potensi batik tradisional ini dengan label yang bisa membedakan karya batik tulis, cap, dan printing.

''Dengan demikian, pembatik tradisional tidak tergusur.''

Sementara itu, Asisten Sekda, Dwi Arie Putranto menjelaskan, umtuk penetapan Kampoeng Batik itu semula dipilih Desa Kemplong, Kabupaten Pekalongan.

Turun-temurun

Namun, Kabupaten Pekalongan belum siap, sehingga Pemkot Pekalongan terpaksa mengalihkan ke Kauman, Kota Pekalongan.

Kenapa memilih Kauman? Menurut Sekretaris Umum PBI, Sri Ruminingsih, karena perbatikan di wilayah itu tidak pernah berhenti meski diterpa krisis ekonomi.

Selama ini wilayah itu, dikenal sebagai daerah produsen batik. Pada umumnya, mereka masih tetap memproduksi batik secara turun-temurun dari nenek moyang.

Pendapat H Fatkhurohman Noor, pemilik Batik Nulaba, tidak jauh berbeda. Hanya dia tidak tahu siapa yang membatik pertama kali di keluarganya.

Pendahulunya ketika itu juga tidak tahu siapa yang awal membatik di wilayah tersebut.

Alasan lain, menurut Sri Ruminingsih, Kauman adalah berada di tepi jalan raya, yang bisa dilewati kendaraan besar di jalur pantura.

Di tepi kampung itu sudah banyak berdiri ruang pamer batik, sehingga sangat mendukung keberadaan Kampoeng Batik.

''Memang ada daerah lain yang masyarakatnya berusaha di bidang batik, namun beberapa potensi lain kurang mendukung,'' katanya.

Dengan demikian, diharapkan kawasan itu ke depan bisa menjadi lokasi wisata batik di Kota Pekalongan.

Untuk mengukuhkan Kauman menjadi Kampoeng Batik, menurut Asisten Administrasi Pembangunan, Drs Dwi Arie Putranto cukup sulit. Namun itu akan tetap diwujudkan.

''Perlu proses panjang agar Kauman menjadi tempat wisata batik. Karena itu, masih perlu pembinaan dan berbagai sarana prasarana serta kesiapan masyarakat sendiri,'' katanya.(77)

Tidak ada komentar: