Gemerlap Batik Chossy Latu

Tidak banyak perancang Indonesia mengangkat batik di dalam koleksi tahunannya. Yang selalu diingat orang adalah Iwan Tirta yang mengajak Chossy Latu untuk mewujudkan kain batiknya ke dalam gaun mewah.

Setelah lama Iwan Tirta tidak membuat pergelaran busana, Chossy Latu memperlihatkan interpretasinya tentang batik dan tenun dalam busana modern Indonesia pada Rabu (12/3) malam di Hotel Mulia Jakarta, dalam tema ”Malam”.

Melalui ”Malam”, Chossy ingin memperlihatkan batik juga dapat tampil mewah, sejajar dengan tekstil berkelas lain nonbatik. Dalam warna dominan hitam dan putih, gaun bermotif batik dari batik tulis itu tampil megah dan modern.

Percikan prada emas memberi sentuhan kemewahan, tanpa jadi berlebihan. Apalagi ketika model dari era tahun 1970-an, Sarita, membawakan gaun pengantin sebagai penutup pergelaran. Gaun putih itu tampak dramatis dengan motif bunga besar dalam prada emas di bagian bawah rok dan penutup rambut menyapu lantai dalam motif sama.

Dalam 71 setel gaun, lebih dari 40 setel dibuat dari batik atau menggunakan batik sebagai fokus walau itu berupa selendang yang dipadukan dengan gaun hitam.

Chossy mengemas batik dalam latar hitam sebagai kanvas untuk motif bunga, daun, dan sulur berukuran besar dalam warna putih sebagai unsur dekoratif dikemas Chossy, dalam gaya rancangan khasnya yang elegan dan bersih.

Terkadang, muncul sapuan warna merah, oranye, atau hijau. Chossy memilih menampilkan kain batik itu dalam gaun malam pundak terbuka, bergaya empire, sebagai jaket panjang lurus atau jaket longgar berkancing satu, atau sebagai gaun cocktail.

Pengaruh Iwan Tirta

Sejak awal Chossy mengatakan, sebagai perancang yang selama 15 tahun bersama Iwan Tirta, dia tidak dapat melepaskan diri sama sekali dari pengaruh Iwan Tirta.

”Dia adalah guru saya. Saya belajar banyak dari Mas Iwan. Saya melihat sendiri bagaimana dia terus bereksperimen, antara lain membatik di atas bahan sutra, wol, dan beludru,” kata Chossy. Malam itu secara khusus Chossy memberi penghargaan kepada mentornya itu.

Maestro batik Iwan Tirta dikenal dengan ciri khas motif berukuran besar dalam ragam hias antara lain hokokai yang muncul saat Jepang menjajah Indonesia berupa bunga seruni dan kupu-kupu, motif parang, dan naga. Dia pula yang pertama-tama mengenalkan prada emas pada batik Indonesia.

Pada rancangan Chossy kali ini bunga menjadi unsur dominan. Pengaruh Iwan Tirta masih terasa, terutama pada motif hokokai. Apalagi ketika Chossy menggunakan warna merah dengan prada emas, walaupun secara keseluruhan komposisi dan detail ragam hias tampak berbeda.

Pauly Pattipeilohy, yang membuatkan batik untuk Chossy dan telah 30 tahun bekerja di tempat Iwan Tirta, mengatakan, dia mengomposisikan motif dengan memperbesar bunga motif hokokai dan menambah motif bunga sepatu, sulur, dan dedaunan.

”Chossy kali ini mau motif bunga,” kata Pauly dari The Art of Palohy Batik. Alhasil batik tersebut memiliki keluwesan yang berbeda dibandingkan dengan batik Iwan Tirta.

Selain batik, Chossy juga menggunakan kain tenun Gaya buatan Wignyo Rahadi, termasuk yang disongket dengan benang emas ataupun dalam warna putih dan hitam.

”Batik dan tenunan sepenuhnya dibuat mengikuti keinginan saya dengan melalui banyak percobaan,” papar Chossy.

Setara

Perancang angkatan 1980-an yang sempat jeda berkarya ini menyiapkan koleksi ini sejak dua tahun lalu. Rencananya, dia menggelar rancangannya pada November 2007, tetapi kain batik yang dia rencanakan ternyata belum siap.

Bekerja dengan perajin batik sampai kini ternyata masih merupakan urusan yang susah-susah gampang. Tidak mudah membujuk perajin mencoba membatik di atas kain yang tidak biasa mereka kerjakan meskipun Chossy bersedia menanggung segala risiko. Ketepatan waktu pengerjaan pun menjadi masalah.

Untuk mendapatkan gaun yang jatuhnya sesuai keinginan, Chossy menggunakan materi seperti sutra satin, organsa, sifon, shantung, krep, dan tafeta.

Keinginan Chossy menyejajarkan batik dan tenun dengan kain berkualitas lain dan menyajikannya ke dalam gaun malam dan cocktail dapat dikatakan berhasil meskipun tetap dengan catatan untuk komposisi dan ukuran motif perlu dipertimbangkan lagi bila ditujukan bagi perempuan biasa yang tak setinggi dan seramping para model.

”Saya berencana terus menggunakan batik. Sejak lama saya ingin membuat batik yang bisa dibanggakan dan sejajar dengan kain dan gaun berkualitas lain,” kata Chossy optimistis. Semoga publik juga merespons upaya ini sehingga tidak ada lagi negara lain yang mengklaim batik sebagai miliknya.
Ninuk Mardiana Pambudy

Tidak ada komentar: