Batik Papan Atas

Memulai usaha dari garasi dengan modal enam mesin jahit.

Maut hampir saja menjemputnya. Tapi justru saat sakit luar biasa mendera, ide-ide cemerlangnya muncul. Chama Sjahrir delapan tahun silam divonis mengalami penyempitan pembuluh darah di kepala dan mengarah ke kanker otak. Dokter menyarankannya banyak istirahat. Nah, Chama yang sejak 1987 membuka butik kecil-kecilan berlabel Tres Belle terbersit pikiran untuk merancang batik modern di atas kain sutera. "Mulai saat itu saya mengembangkan batik modern," ujar perempuan asal Makassar ini.

Kini usaha batik yang dirintis Chama berkembang pesat. Batik rancangannya banyak dipesan kaum berduit di negeri ini. Tak cuma itu, batik rancangannya juga sering dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Di negara jiran, batiknya juga dipesan keluarga Perdana Menteri Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, dan kerajaan Thailand.

Chama sebetulnya sama sekali tak memiliki latar belakang pendidikan batik. Dia malah lulus sekolah bahasa asing. Tapi bakat corat-coret di atas kanvas sudah dilakoninya sejak kecil. Saking gemarnya menggambar, Chama ingat bukunya sempat disembunyikan oleh kawan-kawannya karena kegemarannya itu. "Setiap pelajaran kosong, saya selalu rajin membuat gambar atau lukisan apa pun di buku," kata anak kelima dari enam bersaudara ini renyah.

Seperti biasa, profesi seniman kala itu masih dianggap suram masa depan. Karena itu, orang tuanya menyuruh melupakan cita-citanya menjadi pelukis. Chama takluk. "Pertimbangan saya simpel, ya sudah tidak boleh kuliah melukis, saya mau cari sekolah yang begitu lulus langsung kerja dan bergaji besar," ujar wanita berkerudung ini. Benar saja, lulus kuliah ia langsung diterima di sebuah perusahaan minyak asing dengan gaji Rp 250 ribu. Saat itu, 1975, gaji sebesar itu terbilang tinggi. Tapi Chama hanya bertahan lima tahun di tempat itu. "Saya memilih menikah dan menikmati hidup sebagai istri dan ibu," tuturnya.

Chama sungguh beruntung. Dia mendapat suami seorang konsultan di Departemen Keuangan yang banyak bertugas ke luar negeri. Saat menemani sang suami bertugas itulah, Chama menyibukkan diri dengan kembali menekuni hobi lamanya, melukis. Tapi kali ini ia menuangkan rancangannya di atas kain. Dari sebuah garasi rumah, pada 1987 dengan modal enam unit mesin jahit, Chama memberanikan diri terjun ke bisnis garmen. "Awalnya saya hanya menjalani bisnis ini sebagai usaha kecil-kecilan," ujarnya sambil menjelaskan butik Tres Belle yang didirikannya bermakna cantik sekali.

Awalnya produk rancangannya hanya dijual di kalangan terbatas, yaitu lingkungan kantor suaminya. Berawal dari mulut ke mulut, akhirnya batik buatannya menarik perhatian para pejabat dan istri-istri petinggi negara. Berkat kerja keras dan perjuangannya agar sembuh dari penyakit penyempitan pembuluh darah di otaknya, Chama kini menapak sukses. Karya rancangannya kini sudah mendunia. Bahkan rancangannya pernah digelar di sebuah fashion show di Roma, Italia, bersama dengan perancang ternama Gucci. "Garis unik batik saya bakal menjadi tren di Eropa," kata Chama tentang ramalan seorang pengamat di Roma.

Kini butiknya berkembang menjadi sebuah perusahaan garmen yang cukup besar. Chama juga mendirikan PT Cahaya Puteri di Bogor. Namun, meski sibuk, perhatian sang suami tak pernah luput. Chama sering diingatkan oleh suaminya, Sjahrir Djamaluddin, agar tak terlalu capek. Pasalnya, penyakitnya kadang kambuh. Chama bersyukur dia justru sehat di tengah kesibukannya yang padat. "Saya tak betah nganggur," ujarnya beralasan.

Meski batiknya sudah mendunia, Chama tetap tak melupakan para perajin batik di daerah, seperti di Pekalongan. Dia yang mendesain batik, kemudian diserahkan kepada para perajin. Untuk batik modern kain sutra, Chama juga merangkul perajin dari Sulawesi. Para perajin gembira karena teberdayakan dan yang pasti, harganya relatif menguntungkan.

Kini mimpi Chama sudah nyata. Waktu-waktu sibuknya kadang diselingi dengan acara kumpul bersama keluarga. Apalagi kini ia telah dikarunia dua cucu yang masih balita. Dia menganggap kesempatan bercanda ria dengan cucunya yang masih bayi ini menjadi obat di tengah kesibukannya. "Sama indahnya seperti menggoreskan lukisan." HADRIANI P

Tidak ada komentar: