BATIK DAN IKON BUDAYA NASIONAL

Awal Agustus lalu di Jakarta ada pergelaran batik oleh D’Reka Batik Sdn Bhd dari Malaysia. Acara yang diadakan dalam rangka promosi tahun melawat Malaysia 2007 itu menimbulkan pertanyaan, unsur baru apakah yang dapat ditawarkan negara tetangga itu kepada Indonesia, negeri yang telah mengembangkan batik ke tingkat yang demikian canggih.

Untuk para pakar yang mendalami batik, batik mungkin bukan ditemukan orang-orang di Jawa, tetapi Jawa-lah yang membuat batik menjadi unik dan berkembang begitu rupa sehingga menyatu dengan filosofi kehidupan masyarakatnya.

Secara tradisional, batik menjadi bagian dari Jawa. Seperti surat terbuka peneliti, kurator pameran, dan penulis buku kain adati Indonesia, Judi Achjadi, kepada Ketua Batik International Research & Design Access di MARA University of Technology di Selangor, Malaysia, yaitu hak utama tentang warisan budaya dalam konteks batik adalah milik pembatik Jawa.

Sudah menjadi pengetahuan umum batik seperti yang dikembangkan di Jawa memberi inspirasi pada seniman di berbagai negara yang kemudian mengembangkannya menurut pengalaman hidup mereka. Bukan rahasia pula beberapa pihak di luar negeri mengajukan paten atas motif batik tertentu dan motif batik kita, motif Yogyakarta antara lain, ditiru di luar negeri.

Malaysia, misalnya, tengah gencar mengampanyekan batik sebagai bagian dari budayanya, sampai-sampai mereka bertekad akan mengirim batiknya ke angkasa bila astronot pertamanya dikirim ke orbit tahun 2007. Hingga meninggalnya, almarhum Ny Endon Mahmood Badawi, istri PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, dengan gencar ikut dalam memopulerkan batik sebagai budaya Malaysia.

Bila dikatakan batik telah menjadi bagian dari filosofi hidup di Jawa, hal ini tampak dari setiap daerah yang memiliki karya batiknya masing-masing.
Contoh paling gamblang adalah betapa berbedanya warna dan ragam hias batik di pesisir dengan batik di pedalaman. Kita juga dapat melihat cukup nyata antara batik Solo dan batik dari Yogyakarta, dua wilayah yang secara geografis saling berbatasan.

Bahwa batik menjadi bagian kehidupan sehari-hari juga dapat dilihat pemakaiannya yang sangat beragam sejak dulu: sebagai busana, sebagai bagian dari interior rumah, benda fungsional seperti alat menggendong. Selain itu, motif batik di Jawa selalu menggambarkan dunia kecil maupun dunia besar masyarakat setempat.
Jadikan ikon

Munculnya klaim dari berbagai pihak di luar Indonesia sebagai pemilik batik telah membuat seniman batik Iwan Tirta mengatakan, meskipun agak terlambat, sudah waktunya Indonesia menjadikan seni batik sebagai ikon budaya nasional.

Dalam beberapa kali percakapan, Iwan Tirta menyebutkan, untuk menjadikan batik sebagai ikon, yang pertama-tama harus dilakukan adalah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan batik. Definisi yang dapat ditentukan melalui pertemuan atau diskusi di antara mereka yang berkecimpung dalam kain adati dan batik ini selain akan menghilangkan kerancuan arti batik di antara kita sendiri, juga akan berguna bila Indonesia berhadapan dengan pihak luar.

Sebagai titik awal, Iwan Tirta mengajukan pendapat, dasar referensi batik Indonesia haruslah batik Jawa. Alasannya, Jawa-lah yang mengembangkan batik sehingga mencapai bentuknya yang sekarang dan di Jawa batik tidak dapat dilepaskan dari bentuk kesenian lain, seperti gamelan, seni suara, tarian, wayang, bahkan agama. Aspek-aspek itu yang membedakan batik Jawa dari batik daerah lain di Indonesia.

Dalam percakapan dengan Kompas saat acara ulang tahun ke-30 Himpunan Kain Adati Wastraprema akhir Juli lalu di Museum Tekstil Jakarta, Iwan Tirta mengatakan, batik Jawa memiliki empat ciri utama, yaitu memiliki teknik yang khas, seperangkat aturan yang disebut pakem, hubungan dengan bentuk budaya lain, dan bebas dari batasan agama.

Dalam simposium tekstil tradisional ASEAN di Jakarta, Desember 2005, Iwan Tirta dalam makalahnya menyebutkan, batik Jawa memiliki keunikan pada isen-isen atau isi berupa titik, garis halus, atau hiasan lain di dalam bentuk-bentuk ragam hias.

Desainnya memiliki dua aturan dasar, yaitu berdasarkan konstruksi geometri berupa kotak-kotak atau garis diagonal, dan desain nongeometri seperti bentuk tangkai, bunga dan kuncupnya, dan bentuk hewan.

Hubungan batik dengan bentuk budaya lain, seperti bahasa, pertanian, musik, tari, wayang, seni ukir, tampak pada penamaan batik itu sendiri.

Selain itu, batik berhubungan erat dengan agama seperti terlihat pada motifnya yang dipengaruhi Hindu dan Islam, dipengaruhi budaya China serta Eropa, tetapi sekaligus pada saat sama agama tidak membatasi kehadiran berbagai motif.

Semua itu yang membuat batik Indonesia (baca Jawa) menjadi unik dan mampu menjawab modernisasi melalui tangan sejumlah artis dan pengusaha batik justru karena batik juga memiliki kemampuan menjadi benda pakai bernilai ekonomi.
Ninuk Mardiana Pambudy

Tidak ada komentar: