Wisata ke Kampung Batik

Belanja asyik aneka produk batik di kampung tua Solo.

Berakhir pekan singkat di Solo bisa berbuah pengalaman yang tak terlupakan. Sabtu dua pekan silam, saya bersama teman-teman dari Jakarta, di antara liputan, menyambangi dan blusukan ke kampung batik di kota ini. "Ke Solo tidak lengkap kalau tidak singgah ke kampung batik di Laweyan dan Kauman," seorang teman berceletuk.

Di sini batik memang produk andalan, kebanggaan, dan simbol kota. Sejak dulu, Solo terkenal sebagai pusatnya kain batik dan memiliki kampung batik di Laweyan dan Kauman. Di kawasan ini terdapat batik-batik Solo yang bercorak khas. Semua dikerjakan para perajin dengan teknik tulis ataupun cap. Bahan-bahan pewarnaan yang dipakainya masih tetap mengandalkan bahan tradisional, seperti sorgan Jawa. Sejak dulu, motif andalan yang terkenal di sini adalah sidomukti, sidoluruh, parang, truntum.

Menurut Ray Febri Hapsari Dipokusumo, dari Ndalem Lojen Sasasono Mulyo Keraton Surakarta Hadiningrat, warga Laweyan memiliki bakat membatik yang sudah berlangsung dan ditekuni secara turun-temurun. Sejak abad ke-19, kampung ini dijuluki kampung batik.

Di era 1970-an, Laweyan pernah memiliki masa kejayaan sebagai kampung juragan batik. Kampung Laweyan senadiri sudah ada sejak abad ke-15 di masa Kerajaan Panjang. "Daerah Laweyan dulu banyak ditumbuhi pohon kapas dan menjadi pusat industri benang. Kemudian menjadi pusat industri kain tenun dan bahan pakaian," ujar wanita cantik yang biasa disapa Mbak Fey ini.

Pemilik Griya Hapsari itu menjelaskan dulu kain-kain hasil tenun dan pakaian sering disebut lawe. "Akhirnya daerah ini disebut Laweyan dan berkembang kian pesat sejak digunakannya Kali Kabangan sebagai jalur transportasi menuju Kerajaan Panjang," ujarnya. Di kampung ini pun hidup seorang tokoh Kiai Agen Henis, keturunan Brawijaya V yang menyebarkan agama Islam di kawasan Laweyan dan memperkenalkan batik sebagai kesenian.

"Kiai Ageng Henis yang mengajarkan masyarakat di sini cara membuat batik," ujarnya. Kemudian Laweyan yang dulu hanya memproduksi kain tenun berubah menjadi produsen batik. Dengan letak yang strategis, Laweyan menjadi salah satu kota perdagangan yang terus berkembang.

Ketika menelusuri lorong dan tembok yang memisahkan rumah para juragan batik di Laweyan, kami seolah terlempar ke masa lalu. Suasananya seperti berada di kota tua. Ada tembok-tembok lawas yang dapat dikenali dengan catnya yang pudar. Kehidupan masyarakat di sini dapat dilihat dari bentuk bangunan yang ada. Seperti saat melintasi rumah para saudagar yang dikelilingi tembok-tembok tinggi yang dibuat dengan alasan keamanan.

Rumah-rumah dibatasi tembok dan pintu yang menghubungkan rumah yang satu dengan yang lainnya demi menjaga silaturahmi. Konon beberapa rumah memiliki lorong bawah tanah dan bungker yang berfungsi sebagai area mengungsi bila terjadi bahaya serangan penjajah atau bencana lain.

Mbak Fey menjelaskan umumnya rumah-rumah di bagian tengah dan utara dihuni para saudagar, sedangkan di bagian selatan sebagai tempat tinggal para pekerja batik. Dulu banyak sekali jalan yang melintang dari utara ke selatan menuju ke Kali Kabangan. Jalan ini dinamai jalan servis yang berfungsi untuk membawa kain batik setengah jadi untuk dicuci di Kali Kabangan. Zaman dulu, air di kali ini begitu bersih sehingga masih layak digunakan untuk mencuci. Selain itu, bahan pewarna batik terbuat dari bahan alami sehingga tidak membahayakan alam.

Kawasan ini bukan hanya kawasan wisata batik yang menarik. Di sini kami juga dapat melihat dari dekat proses pembuatan batik dari awal sampai akhir, mulai pembuatan pola, pencelupan, hingga penjemuran lembaran kain-kain batik. Kami pun menikmati keramahan para juragan batik yang menyambut kami dan mengajak berkeliling sebelum berbelanja serta siap memberikan penjelasan panjang lebar seputar batik.

Mereka memanjakan kami berlama-lama di setiap gerai mereka dengan interior yang dirancang dan ditata asri dan nyaman. Suasananya seperti pulang ke kampung halaman atau menyambangi rumah orang tua tercinta. Sambil berbelanja kita juga bisa mengagumi koleksi para juragan, seperti guci antik, kursi kuno, dan lukisan. Maka lengkaplah wisata belanja batik di tempat ini.

Soal koleksi, jangan khawatir, tersedia kain yang belum dijahit hingga busana siap pakai, seperti kemeja, blus, rok, aneka gaun, tas, hingga pernik lainnya. Modelnya pun beragam, dari yang lawas sampai yang terkini. Seorang teman sempat kegirangan mendapat gaun cantik model balon dan babydoll. "Wah, asyik, aku bisa bergaya dengan temuan etnik modern ini," ucapnya riang memandangi blus babydoll batik bermotif parang kencana yang di bagian pinggangnya terdapat kerutan dengan tangan berbentuk lonceng. Harga yang ditawarkan gerai-gerai batik di kawasan ini mulai Rp 5 ribu. Tertarik mampir ke sini?

Tidak ada komentar: