Eksotisme Batik Pesisir

Tahun Baru Imlek baru saja berlalu. Bahkan perayaan Cap Gomeh pun sudah selesai. Namun, keanggunan budaya Cina menimbulkan simpati tersendiri di hati komunitas Rumah Pesona Kain. Pekan lalu, di Airman Planet Lounge, Nan Xiang Restaurant, The Sultan Hotel, Jakarta, berlangsung pameran dan peragaan busana dengan tema "The Enchanting Chinese Influence in Indonesian Textiles".

"Kami mengusung tema ini karena budaya Cina memiliki pengaruh terhadap kelestarian kain tradisional Indonesia, khususnya kain peranakan atau disebut batik pesisir," kata Emiria Krisnaga Syarfuan, ketua panitia acara ini.

Ade--demikian ia bisa disapa--menjelaskan tema itu dalam bahasa Tionghoa. Tema "Zhongguo Yingxiang Yu Yinni Fangzhi de Xiyinili" ini berisikan kegiatan pameran kain tradisional dan peragaan busana karya Stephanus Hamy serta Ghea Panggabean. "Rumah Pesona Kain mencipta koleksi aneka kain atau batik pesisir yang diolah menjadi karya menarik oleh Ghea dan Hamy. Kain pesisir sangat kaya dan eksotis," ucapnya.

Selain bertujuan melestarikan kain Indonesia dan meningkatkan apresiasi masyarakat, khususnya terhadap kekayaan kain lokal di Tanah Air, Ade mengatakan, pesona kain pesisir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia.

Menurut Asmoro Damais, yang ikut memamerkan koleksi kain pesisir dan kebaya encim, istilah batik pesisir merupakan istilah umum yang sering dipakai untuk menyebut gaya batik buatan wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Dia menerangkan secara tradisional, di Jawa, batik terbagi menjadi dua jenis: batik pesisir dan batik yang dibuat lingkungan di keraton.

Dia menerangkan perbedaan yang menonjol antara batik pesisir dan batik dari lingkungan keraton terutama pada pola pewarnaan dan ragam coraknya. Secara umum rancangan batik pesisir sangat bebas, mulai warna hingga corak ragamnya. Adapun batik keraton selalu terikat oleh sejumlah pakem atau aturan di dalamnya.

Asmoro menambahkan, agak susah mendefinisikan karakter khas batik pesisir. Dia mengutip penjelasan Raffles dalam buku The History of Java yang menerangkan ada dua macam pewarnaan dalam jenis batik yang dibuat, terutama di Pulau Jawa.

Salah satunya kemudian dikenal sebagai batik pesisir. Di buku tersebut disebutkan salah satu pola pewarnaan batik pesisir ada bang-bangan, biron dan bang-biron yang sekarang disebut sebagai pewarnaan kelengan.

Pola pewarnaan ini merupakan karakter khas jenis batik pesisir yang dapat dilihat sejak masa Raffles dan yang membedakan dengan pola pewarnaan sorgan yang biasa terdapat pada batik buatan lingkungan keraton. Asmoro juga menjelaskan keindahan batik pesisir pada masa selanjutnya memiliki warna-warni yang lebih cerah, seperti biru, merah, dan kuning.

Secara umum kebudayaan Cina memiliki simbol pada warna merah atau warna-warna cerah. "Yang menarik, batik atau kain-kain pesisir ini memiliki corak yang diambil dari dunia hewan dan tumbuhan di Cina. Misalnya burung hong, bunga peoni, naga, macan, atau gambar para dewa yang punya kedekatan di sekitar kehidupan masyarakatnya," katanya.

Kemudian Asmoro menjelaskan corak ragam pada batik pesisir terbagi menjadi delapan, di antaranya batik pesisir tradisional yang merah-biru; batik hasil pengembangan pengusaha keturunan, khususnya Cina dan Indo-Eropa; batik yang dipengaruhi kuat oleh Belanda; batik yang mencerminkan kekuasaan kolonial; batik hasil modifikasi pengusaha Cina yang ditujukan buat kebutuhan kalangan Cina; kain panjang; serta batik hasil pengembangan dari model batik merah biru dan kain adat.

Dia pun menerangkan bahan pewarna alam yang sering digunakan pada batik pesisir adalah mengkudu (morinda citrifolia), indigo (indigofera), dan kayu tegeran (cundria Javanese). Sementara itu, pohon jambal (pelthoporum pterocarpa) untuk warna soga yang banyak dipakai pada batik keraton atau lingkungan istana tidak dipakai pada batik pesisir.

Selanjutnya, pola pewarnaan batik pesisir menjadi lebih kaya dan tidak sekadar merah-biru. Hal itu akibat pengaruh masuknya sejumlah pengusaha peranakan, terutama keturunan Cina dan kalangan perempuan Indo-Eropa yang banyak berkecimpung di proses produksi kain yang berlangsung pada pertengahan abad ke-19.

Menurut dia, meskipun corak ragam batik kelengan atau merah-biru yang disebut corak khas batik pesisir di awal abad ke-19, bukan berarti corak ragamnya paling orisinal. "Justru sebagian corak ragam batik merah-biru khas batik pesisir tradisional meniru corak batik lingkungan keraton dan pengaruh budaya asing," tuturnya.

Masih menurut Asmoro, batik desa Klerek Tuban, yang sering disebut sebagai batik pesisir paling tradisional di wilayah utara Jawa, ternyata dipengaruhi oleh unsur asing dan ganggengan.

Pada batik Gresik, seperti disebutkan Cornet de Groot, seorang pejabat di kota ini pada 1822, mendapat pengaruh corak tenun yang lebih kompleks dari pedagang India. Di wilayah pesisir penyerapan unsur asing terjadi begitu bebas, termasuk terhadap unsur kebudayaan dan lainnya. "Karena itu, batik pesisir yang lebih dekoratif berasal dari penyerapan di sana-sini," ujar Asmoro. HADRIANI P

Tidak ada komentar: