Trusmi, Surga Pencinta Batik Cirebon

Trusmi. Begitu sigap orang menyebutkannya ketika kita bertanya di mana bisa belanja batik Cirebon. Tepatnya di dua desa yang bersebelahan, Trusmi Kulon dan Panembahan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, ratusan perajin dan pengusaha batik berada.

Di sepanjang jalan yang berada di desa tersebut, kita akan menemukan jajaran showroom batik. Tinggal pilih, yang besar ataupun kecil. Bahkan, karena populernya kawasan ini bagi pencinta batik, tempat ini sudah menjadi salah satu tujuan wisata Cirebon. Sebuah papan yang terletak di perempatan Pasar Plered menunjukkan kawasan ini: Obyek Wisata Belanja Batik Trusmi.

Kawasan belanja yang sudah ada sejak 1930 ini selalu ramai setiap hari. Mulai tamu yang sekadar melihat-lihat hingga yang tergoda merogoh kantong untuk membeli beragam batik yang harganya pun beragam. Ada yang puluhan ribu rupiah hingga puluhan juta, bergantung pada bahan dan motifnya.

Di showroom Edi Baridi yang berada di Panembahan, misalnya, tersedia batik yang harganya bervariasi, dari yang hanya Rp 45 ribu hingga yang jutaan rupiah. "Semua tergantung perawatannya. Walaupun murah, kalau bisa merawatnya, akan tetap terlihat bagus sepanjang tahun," tutur Edi.

Seorang pembeli asal Jakarta, Farida, saat ditemui tengah berbelanja di showroom milik Edi Baridi di Panembahan, mengungkapkan bahwa dia hampir sebulan sekali belanja di kawasan wisata batik Trusmi ini.

Menurut dia, harganya jauh lebih murah dibanding kalau dia membeli di Jakarta. "Perbedaannya bisa mencapai lebih dari Rp 200 ribu," tuturnya. Ia pun tak segan merogoh Rp 11 juta untuk batik yang dia beli di showroom Edi Baridi.

Batik Cirebon sudah ada sejak ratusan tahun silam, tepatnya sejak abad ke-14. Batik Cirebon memiliki ciri khas unik, yaitu perpaduan unsur Cina, Islam, Pesisir, dan Keraton. Menurut Katura, seorang perajin dan pemilik showroom Katura yang berada di Trusmi Kulon, perpaduan inilah yang membuat batik Cirebon berbeda dengan batik Jawa pada umumnya.

Motif yang paling banyak dikenal, kata Katura, adalah motif mega mendung. Motif ini diadaptasi dari unsur alam, yakni motif di bawah menggambarkan batu atau wadas dan motif yang di atas menggambarkan mega (awan).

Konon motif ini dulunya sudah ada di negeri Cina. "Seperti kita tahu, istri Sunang Gunung Jati, Ong Tien, berasal dari negeri Cina," kata Katura. "Sehingga motif dan budaya Cina pun sudah ada di Cirebon sejak ratusan tahun lalu, termasuk diadaptasi dalam bentuk batik."

Selain motif mega mendung, motif lain yang biasanya digemari pembeli adalah motif pesisir. Motif ini biasanya menggambarkan flora dan fauna khas pesisir Cirebon, seperti burung, udang, dan tumbuhan.

Adapun motif keraton biasanya menggambarkan benda-benda yang ada di Keraton Cirebon, seperti kereta singa barong, yang hingga kini masih disimpan di Museum Keraton Kasepuhan.

Selain bermain motif, batik Cirebon dikenal berani bermain warna. "Inilah yang membedakan batik Cirebon dengan batik-batik dari daerah Jawa lainnya yang biasanya berwarna kalem," kata Katura.

Sebagai contoh, motif mega mendung biasanya menggunakan warna-warna yang lebih menonjol, seperti biru tua, merah, dan cokelat. Sementara itu, motif pesisiran biasanya menggunakan warna yang sedikit lebih terang, seperti warna khaki atau cokelat yang disisipi warna hitam.

Bahan yang digunakan pun beragam, dan pembeli tinggal menyesuaikan dengan keinginan. Ada yang menggunakan bahan kaus, ada pula yang menggunakan bahan katun ataupun sutra. "Tergantung pemesan dan pembelinya. Kalau pembeli saya biasanya lebih senang katun dan sutra," Katura menjelaskan. Tak mengherankan jika harga batiknya pun lumayan menguras kantong.

Adapun pemilik showroom Gunung Jati, Abed Nenda, mengaku lebih memilih bahan piskin, sutra, dan katun.

Yang juga menyenangkan saat belanja batik di Trusmi ini, selain batik-batiknya yang bagus dan harga miring, tempatnya cukup menyenangkan. Toko-toko yang ada kebanyakan sudah berupa bangunan megah, dengan penataan interior yang apik.

Penyejuk udara pun lumrah ditemukan di berbagai showroom yang berada di kota yang terkenal sangat panas ini. Maklum, Cirebon begitu dekat dengan pantai.

Para pegawai showroom pun begitu ramah melayani pembeli. "Sekarang ini, untuk menarik pembeli, tempat dan pelayanan memang harus ramah dan menarik," tutur Abed Nenda.

Bila Anda berminat, tidaklah sulit menemukan lokasi batik Cirebon tersebut. Trusmi hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari Kota Cirebon atau sekitar 10 kilometer dari pintu keluar tol Plumbon.

Selanjutnya, kita akan menemukan jalan masuk ke lokasi batik Cirebon yang memang kecil, yang hanya cukup untuk dua mobil berjajar. Tapi jalan itu beraspal mulus, sehingga dijamin setiap pembeli yang datang tidak akan dikecewakan oleh jalan yang berlubang-lubang. Selamat datang ke Trusmi. IVANSYAH

Batik Cirebon pun Melanglang ke Seberang

Batik Cirebon tak hanya disukai oleh warga Cirebon atau orang Indonesia. Dari pengakuan Abed Nenda, pemilik showroom batik Gunung Jati, ia kerap mengirim beragam batiknya ke Amerika Serikat dan Belanda.

Untuk Amerika, biasanya ia mengirim 40 potong batik tulis dan 40 potong dengan motif kombinasi setiap bulan. Untuk batik tulis, harganya berkisar Rp 400 ribu hingga Rp 5 juta. Sementara itu, untuk batik dengan motif kombinasi, harganya Rp 150-400 ribu.

Adapun yang dikirim ke Belanda, omzetnya bisa mencapai Rp 25 juta setiap minggu. "Yang paling disenangi di Belanda adalah batik berbahan katun dengan motif tradisional," aku Abed.

Sementara itu, sekitar 1980, Katura telah mengirimkan batiknya ke Jepang. "Untuk nilainya, tentu rahasia dapur," katanya dengan nada canda. Tapi rata-rata harga sepotong kain batiknya berkisar Rp 400 ribu hingga Rp 6 juta. Para pembelinya, yang orang Jepang, menurut Katura, lebih menyukai batik berbahan katun dengan motif cerah. IVANSYAH

Tidak ada komentar: