Santosa Dullah Melestarikan Batik Lewat Museum

WARISAN budaya tak dikenang lewat bangunan-bangunan kuno saja. Ada peralatan, kerajinan termasuk batik. Jika ingin melihat peninggalan batik-batik kuno, Museum Batik Danar Hadi tempatnya. Bangunan klasik campuran Jawa dan Eropa bekas Ndalem Wuryaningrat, di Jalan Slamet Riyadi Solo menyimpan lebih dari 500.000 koleksi batik kuno.

Namun siapa yang berjasa di balik pendirian museum ini? Mereka adalah pasangan Santosa Dullah dan Danarsih Santosa. Banyak kalangan memuji niat baik pasangan suami istri ini yang membangun sebuah museum batik dengan memanfaatkan bangunan klasik campuran Jawa dan Eropa bekas Ndalem Wuryaningratan itu yang diresmikan Megawati Soekarnoputri.

Nama Danar Hadi diambil dari nama istrinya, ibu Danar, dan Hadi nama mertuanya. Museum yang mulai direnovasi tahun 1999 itu memiliki koleksi batik kuno dari berbagai corak dan gaya yang bernilai tinggi, seperti Batik Keraton, Batik Belanda, Batik China, Batik Hokokai, Batik Indonesia, dan Batik Saudagaran.

Museum itu bisa terwujud, didasari kecintaan Santosa Dullah, pada batik. Semasa kecil Santosa hidup di lingkungan pembatik dan terpengaruh kakeknya, seorang pembatik pula. Dari situ kecintaan pada batik begitu lekat.

Menurut Santosa Dullah, dari sebuah museum orang bisa belajar. Sebab batik sebagai bagian kekayaan Indonesia yang harus dilestarikan. Mungkin banyak yang tidak peduli dengan ciri khas kebudayaan Indonesia ini. Tidak bagi Santosa. Bagi dia, batik segalanya.

Dia begitu mencintai batik, hingga terciptalah Museum Batik Danar Hadi. Mengawali usaha batiknya sekitar 41 tahun silam. Santosa dengan ketelatenan yang luar biasa mengumpulkan berbagai kain batik kuno dari tangan pertama maupun kolektor, baik dalam maupun luar negeri.

“Kain batik yang menjadi koleksi di museum ini tergolong langka, berkualitas, dan tidak diproduksi secara umum lagi,” kata Presiden Direktur Museum Batik Danar Hadi ini.

Pria lulusan Padjajaran, jurusan Ekonomi ini, merasa terpanggil untuk mengabdikan hidup melestarikan ciri khas kebudayaan Indonesia agar tidak punah dan diakui negara lain.

Salah satunya, dengan bergabung bersama tujuh museum lain di Indonesia menjadikan museum sebagai salah satu pusat obyek wisata penting dan saling membantu memperkenalkan diri.

Ayah empat anak ini mengatakan, salah satu usaha yang dilakukan hingga kini terus mempromosikan batik sebagai ciri khas kebudayaan Indonesia.

Pria asli Solo 64 tahun silam ini, selalu mengikuti perkembangan masyarakat agar tidak tenggelam pada suasana statis dan tidak membosankan. Santosa terus mengembangkan konsep seni batik agar tidak membosankan dan terkesan modern.

“Usaha yang dilakukan untuk mengembangkan batik sebagai kebudayaan modern, saya membuat dan membudayakan batik menjadi bahan pakaian sehari-hari. Pada akhirnya batik betul-betul menjadi trendsetter anak muda, ucapnya di sela-sela acara pengenalan program Wisata Museum oleh House of Sampoerna.

Dalam acara pengenalan program wisata museum ini House of Sampoerna, Surabaya, memprakarsai kerja sama dengan tujuh museum di Indonesia untuk meluncurkan Program Wisata Museum. Ketujuh museum ini di antaranya: Museum Nasional, Jakarta, Museum Bank Mandiri, Jakarta, Museum Batik Danar Hadi, Surakarta, Museum Geologi, Bandung, Museum Sejarah Jakarta, dan Museum Sepuluh November, Surabaya.

Program Wisata Museum ini bertujuan mendukung Visit Indonesia Year 2008 yang dicanangkan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI. Museum-museum di Indonesia memiliki potensi tinggi menjadi pilihan wisata bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.

Tidak ada komentar: