Batik Komar Menembus Dunia

Perjalanan hidupnya tak terpisahkan dari batik Cirebon. Kini omzetnya bisa mencapai Rp 5 miliar per tahun.

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitupun dengan H Komarudin Kudiya, S.IP, M.Ds, yang sejak kecil lekat dengan kain-kain batik yang didagangkan orang tuanya. Terlebih kampung kelahirannya, di Desa Trusmi, Plered, Cirebon, yang dikenal sebagai sentra industri kerajinan batik Cirebon sudah mendarah daging. Saat kanak-kanak, ia sering ikut berkeliling memasarkan batik ke berbagai kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Seiring dengan waktu, pasar batik lesu. Selepas sekolah menengah atas pada 1987, orang tuanya menyarankan Komar--panggilan Komarudin--untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi dan tidak meneruskan profesinya sebagai pedagang batik. Ia kemudian mengikuti kursus komputer di PIKSI Institut Teknologi Bandung selama enam bulan. Kemudian di tempat yang sama ia bekerja menangani berbagai proyek komputerisasi. Pada 1988 Komar mendapat kesempatan sekolah D-3 Ahli Administrasi Logistik Universitas Padjadjaran dan lulus pada 1992. Pada tahun itu, Komar menikah dengan Nuryanti Widya, yang berasal dari keluarga pedagang batik.

Selepas lulus D-3 (1992), Komar mulai bekerja di PT Alas Buana Raya (ABR) Jakarta, perusahaan perakitan komputer jalan tol dan pembuatan sistem manajemen. Selama bekerja, setiap ada kesempatan, Komar berusaha berdagang keliling menawarkan batik-batik produksi orang tua dan keluarganya di Cirebon. Saat krisis moneter pada 1996, perusahaannya melakukan restrukturisasi karyawan, termasuk Komar, yang jabatannya kala itu Site Manager Proyek Pertamina Red II.

Akhir 1996, Komar bergabung dengan pengusaha rotan dari Cirebon untuk berwirausaha membuka PT Pitaloka BNH (general supplier) serta membuka showroom rotan dan kedai nasi jamblang--makanan khas Cirebon. Saat itu jabatannya sebagai direktur dengan gaji Rp 750 ribu per bulan. Namun, jiwa dagang batik tak pernah putus. Di sela-sela waktunya, Komar tetap menawarkan kain batik. Dalam perkembangannya, usaha showroom dan kedai tak berjalan mulus. Namun, semua itu menjadi pengalaman berharga buat Komar.

Pada pertengahan 1997, Soenaryo--seorang pematung dan dosen seni rupa ITB--meminta Komar mengikuti lomba desain atau pameran. Komar menyertakan lima desain selendang batik untuk diikutsertakan pada Lomba Cipta Selendang Batik Internasional di Yogyakarta. Desainnya berhasil memperoleh gelar juara I dan juara harapan I dengan total hadiah Rp 6 juta dikantonginya.

Dengan itu Komar memulai usaha batik, yang kemudian dikenal dengan nama Batik Komar, pada 1998 dibantu tiga orang karyawan. Setiap tahun Batik Komar mengalami kemajuan hingga bisa menambah karyawan. Setelah berpindah-pindah showroom, akhirnya pada 2003 Batik Komar bisa membeli tempat sendiri di Jalan Sumbawa 22, Bandung. Dalam pengembangan desain batik, pembelian bahan baku dan pendistribusian batik dipusatkan di Bandung. Alasannya, kota ini salah satu pusat mode, selain akses ke Jakarta jauh lebih dekat.

Seiring dengan kemajuan Batik Komar, hingga 2007, jumlah tenaga kerja (perajin batik) mencapai 225 orang yang bekerja sama di beberapa workshop Batik Komar di Cirebon dan Bandung. Workshop di Cirebon dipercayakan kepada keluarga-keluarga terdekat dan dikhususkan untuk proses pewarnaan.

Komar mengatakan, "Cara pemasaran Batik Komar dilakukan dengan lima cara, yaitu pameran, door to door, beli putus dengan rekanan bisnis (reseller), titip jual (consignment), dan buka toko, outlet, galeri, atau showroom." Pameran-pameran di dalam negeri yang pernah diikutinya antara lain INACRAFT, ICRA, DEKRANAS, dan Gelar Batik Nusantara. Bukan hanya itu, pameran di Malaysia, Thailand, Jepang, dan Jerman pun diikutinya. Wilayah pemasaran Batik Komar, antara lain, Jakarta, Bali, Surabaya, Jepang, dan Singapura. Outlet-nya tersebar di Bandung, Aceh, dan Jakarta dengan omzet Rp 1-5 miliar per tahun.

Mengenai regenerasi perajin batik, Komar melakukan pelatihan intensif kepada profesional muda dari lingkungan workshop di Bandung dan Cirebon. "Sebagian dari mereka dilatih, antara lain, untuk tenaga kerja pembuatan cap batik dan pengembangan desain," kata Komar. Selain itu, merek Batik Komar sudah didaftarkan sejak 2000 di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Sekitar 4.000 desain batik yang sudah diciptakan dia kumpulkan dalam bentuk dokumentasi buku serta file dalam komputer. Hingga kini desain batik yang sudah didaftarkan di Direktorat Hak Atas Kekayaan Intelektual berjumlah 125 desain.

Perjalanan panjang dan tak kenal lelah finalis Dji Sam Soe Award 2007 ini untuk membangun industri batik patut diacungi jempol. n inforial

Tidak ada komentar: