Obin, Setelah ibu Melipat kain Batik

Setiap kali dia berpikir, segera diikutinya dengan bekerja. Itulah Josephine Komara, yang dikenal dengan nama Obin. Dengan cara itu, apa yang dia pikirkan dapat diwujudkan menjadi sebuah karya nyata. Sedikit bicara banyak bekerja. ''Ini membuat saya berhasil melahirkan karya-karya dengan berbagai kreasi,'' ujar dia.

Putri pasangan Adi Kusna Komara dengan Hashima Komara itu adalah kreator batik. Karya-karyanya --yang hanya handmade-- sudah dikenal di mancanegara. Karya-karyanya itu, telah dia pamerkan di berbagai kesempatan di dalam dan luar negeri. Di hajatan sebesar Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nusa Dua, Bali, 3-14 Desember 2007, karya-karya Obin ikut menghiasi ruang lobi utama Bali International Convention Centre (BICC), tempat UNFCCC berlangsung.

Istri Roni Siswandi itu mendirikan rumah tempat membuat batik pada 1986 yang diberi nama dengan Binhouse. Pendirian rumah batik itu pun berawal dari hasil renungan Obin tentang upaya menyelamatkan batik masa lalu. Dalam pandangan Obin, Indonesia adalah negara yang kaya dengan batik dan itu tidak boleh hilang. Karena itu dia mendirikan Binhouse yang kini berkembang menjadi tempat pembuatan dan bisnis batik yang terkenal.

Di Binhouse, batik dibuat dengan teknik pembuatan yang beragam, seperti batik ikat, batik tenun, celupan, dan setik silang. Di Indonesia batik jenis itu banyak dibuat oleh pabrik-pabrik batik yang besar, namun di Binhouse semuanya dikerjakan dengan tangan.

Ketika diwawancarai wartawan Republika, Ahmad Baraas, di sela-sela kegiatan pameran batiknya di arena UNFCCC, Nusa Dua, Bali, Obin menolak menyatakan dirinya telah sukses. Dia justru mengatakan bahwa dia hanya mengerjakan dan merealisasikan sesuatu yang dipikirkannya. Lebih jauh tentang dia, berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana Anda bisa mengenal batik dan menjadikannya usaha?
Sejak kecil saya ini memiliki hobi ngumpulin barang antik, barang tua, termasuk barang bekas yang bagus. Saya juga suka kain, main kain, dilipat atau dibungkus. Barang antik dan kain batik memiliki kesamaan, yakni sama-sama memiliki keunikan dan sekarang juga sama-sama langka. Banyak kain yang dulu mudah ditemukan di pasaran kini tidak ada lagi.

Berangkat dari hobi itu, saya ngumpulin banyak kain batik dan menjadi koleksi pribadi. Secara kebetulan, ibu saya, Hashima Komara, adalah pemain kain nomor satu. Pada 1974 ibu saya dipilih sebagai best welldress. Dari kecil saya melihat ibu saya pakai kebaya, melihat dia melipat kain batik jadi tiga. Tapi, kalau soal usaha, berjalan seperti air yang mengalir dan tau-tau sudah jadi.

Semua itu juga tidak terlepas dari kesukaan saya melihat ibu saya mengenakan batik, saya juga belajar, membaca. Jadi, saya tidak bisa mengatakan kapan saya mulai mengenal batik. Tapi, yang jelas saya suka mempelajari kain antik.

Apa motivasi Anda mengembangkan batik?
Saya hanya ingin mengembalikan kejayaan dan predikat Indonesia sebagai daerah batik. Dulu itu batik ada di mana-mana di Indonesia. Ada batik Pekalongan, Jawa Tengah, Soloan, Jambi, Kalsel, Cirebon, Semarangan. Dulu batik-batik itu mudah dan banyak ditemukan di pasaran, tapi kini sulit dicari. Sekarang bahkan ada yang sudah tidak ada lagi.

Suatu hari saya pernah duduk, melihat kain antik yang dijemur. Saya melihat kain itu bagus sekali. Saya berpikir, sekarang kok kain batik tidak ada yang bagus seperti yang dulu? Saya berpikir, bagaimana saya bisa menyediakan sesuatu bagi generasi mendatang? Barangkali sekarang dianggap sebagai barang biasa, tetapi di masa mendatang akan menjadi barang antik atau barang langka, seperti kain batik yang dijemur itu. Karenanya memilih batik untuk itu semuanya.

Bagaimana Anda mengelola usaha batik?
Semuanya berangkat dari rasa senang. Pertama kali membuat kain batik, buatan saya agak tebal, karena ditenun, dengan warna putih. Karena agak tebal itu, kain buatan Binhouse awalnya hanya bisa dibuat untuk interior, seperti membuat jok mobil. Tapi, semakin lama pengalaman kami kian bertambah, hasil tenunannya tambah tipis dan kini bisa dibuat untuk kebaya atau pakaian. Warna dan coraknya juga semakin beragam.

Semua batik yang dihasilkan di Binhouse dikerjakan dengan tangan dan dibuat hanya satu untuk setiap corak. Karena dikerjakan dengan tangan, produksi kami agak lama, sehingga stok yang ada kerap tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Selain itu, konsumen juga tidak bisa memesan barang yang sama untuk setiap jenis batik. Kalau barangnya sudah laku, ya sudah, tidak bisa dipesan lagi. Kami bukan pabrik, tetapi mengerjakan semuanya dengan tangan, sehingga produksinya jadi terbatas.

Bagaimana dengan kualitas produksi, apa bisa menyaingi produk pabrik dan apakah harganya juga bisa bersaing?
Apakah barang yang dihasilkan dengan tangan selalu berkualitas rendah? Saya tidak setuju dengan anggapan itu. Para pekerja saya memang mengerjakan batik dengan tangan, makanya kami menyebut batik kami dengan handmade atau made by hand. Kendati dibuat dengan tangan, tetapi mereka adalah orang-orang expert, tenaga-tenaga terampil dan hasil kerjanya pasti bagus. Kalau soal harga itu relatif.

Karena produknya terbatas, apa Anda menetapkan harga jadi mahal?
Apa harus lebih mahal? Tidak juga. Kelangkaan barang tidak bisa dijadikan alasan untuk menaikkan harga atau membuat harga jadi mahal. Apakah harganya jadi mahal? Anda tahu kan dengan buah keranji? Buah keranji itu dulu barang umum dan kita suka main waktu kecil. Sekarang barang itu sudah langka, bahkan tidak ada lagi. Tapi, tidak mungkin kan, karena barangnya langka, kemudian harganya menjadi sejuta per kilogram?

Harga batik yang kami buat bervariasi, mulai dari harga Rp 100 ribu, Rp 300 ribu, Rp 600 ribu per lembar. Itu semua tergantung berapa lama mengerjakannya. Makin lama mengerjakannya, harganya makin mahal, begitu juga warna dan coraknya. Semakin ramai warnanya dan semakin rumit coraknya, juga mempengaruhi harganya. Pelanggan batik saya juga bervariasi, dari segi usia mulai dari usia lima tahun sampai 90 tahun, termasuk juga asal daerah dan waga negaranya.

Galeri Anda sudah ada di beberapa tempat. Bagaimana kegiatan promosi yang Anda lakukan, termasuk persiapan pameran, misalnya?
Binhouse pertama kali kami buka di Jakarta dan alamatnya tetap, yakni di Jl Purworejo Nomor 10, Jakarta 10310. Tetapi, kami juga punya cabang pada beberapa tempat di Bali, yakni di Mades's Warung dan di Discovery Kartika Plaza. Kendati tidak secara rutin berpameran, tetapi kami tetap melakukannya.

Akhir tahun depan, kami akan berpameran di Tokyo, Jepang. Memang baru akhir tahun depan, karena memerlukan waktu yang agak lama menyiapkannya. Selain menentukan temanya, kami harus menyiapkan bahan-bahan pameran, termasuk membuat setting dan caption-nya. Untuk menciptakan sesuatu yang bagus, memang diperlukan waktu yang lama.

Berapa banyak karyawan yang bekerja di perusahaan Anda?
Seluruhnya sekitar 1.000 orang, termasuk anak saya Elang, juga ikut bekerja di sana.



Kami adalah Perempuan

Kendati sukses dalam dunia bisnis, Obin tidak serta-merta meninggalkan kodratnya. Bagi Obin, memasak, mengurus suami, adalah tugas utama yang tidak boleh diabaikan. Ia tetap sebagai seorang ibu rumah tangga dan seorang istri.

Maka, perempuan kelahiran Jakarta, 4 Juli 1955, itu tetap mengurusi rumah tangga, dan menolak sebutan wanita mengantikan sebutan perempuan. "Sebutan perempuan itu kesannya lebih lengkap, totalitas," kata Obin.

Sebutan wanita, menurut Obin, hanya menyinggung sebagian saja dari sisi perempuan. ''Dia mencuci, dia beranak, bekerja, dan juga memasak. Selain itu perempuan juga bertugas menyelesaikan urusan rumah, mengatur urusan rumah tangga, selain menjadi seorang istri dan ibu,'' kata dia.

Soal peran perempuan, Obin mengaku banyak belajar dari ibunya, Hashima Komara. Hingga berumur tua, jelas Obin, ibunya masih memasak sendiri, bahkan pergi ke pasar untuk membeli keperluan dapur. Pelajaran itu ia rasakan sebagai sesuatu yang sangat berharga, karena dia bisa melengkapi kesuksesannya dalam usaha dengan sukses sebagai seorang perempuan.

Sedapat mungkin, kata Obin, saat dia berada di rumah, dia mengerjakan sendiri keperluan anggota keluarga. "Saya beruntung, karena ibu saya masih hidup. Dia kerap ngingetin saya," kata Obin.

Sang ibu, di mata Obin, tidak hanya guru dalam urusan mengatur urusan rumah, seperti mengepel lantai, tetapi juga yang mengajari dia membuat batik, membuat kap lampu. Yang ketika ia tekuni bersama suaminya, berkembang menjadi sebuah usaha.

Menolak disebut sebagai salah seorang perempuan yang sukses. Obin mengajak kaum perempuan Indonesia untuk menjadi perempuan yang tangguh dan tahan banting. Komunitas perempuan Indonesia, kata Obin, sesungguhnya perempuan yang hebat-hebat. Dia meyakini perempuan Indonesia bisa menunjukkan kemampuannya.

Obin sangat menikmati setiap kali berkreasi atau menghasilkan setiap corak yang dibuat. Tetapi, sebagai pengusaha ternama, dengan karya batiknya yang terkenal, ia tidak selalu terbebas dari masalah. Terkadang dia terguncang oleh rasa jenuh. Namun, segera diusirnya dengan bekerja, berusaha, dan berkreasi. "Ini sangat membantu, sehingga saya bangkit kembali," kata Obin.

Dia mengaku beberapa kali down. ''Tapi, saya segera melakukan evaluasi, mengapa saya sampai down. Apa karena capek atau apa. Hal itu saya bahas, tapi setelah itu hilang, karena terguling oleh rasa kebutuhan, keinginan berkreasi," tutur Obin.

1 komentar:

batiktuliscanting100 mengatakan...

Luar Biasa......Membuat saya tambah semangat menekuni Pembuatan Batik Tulis warna Alam ini...walau hingga saat ini belum bisa menemukan segment market nya yang tepat.....sama seperti Obin...terkadang Lesu juga...tetapi setelah baca tulisan ini jadi Semangat 45 nya berkobar kembali !!

Salam Batik,
Eko BS./08562664389
http://batiktuliscanting100.blogspot.com