Seni dan Teknologi dalam Batik Iwan Tirta

Apa yang menyebabkan batik bisa bertahan melampaui waktu? Jawabnya, karena yang terlibat di dalam penciptaan batik selalu bersedia dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa kehilangan prinsip-prinsip dasar tentang batik itu sendiri.

Dari sisi teknologi orang boleh mengatakan tidak ada terobosan setelah penciptaan teknik cap, tetapi para pembela batik akan mengatakan batik yang sesungguhnya selalu melibatkan teknik menahan warna dengan menggunakan lilin malam. Artinya, batik yang sesungguhnya dibuat melalui proses menahan warna memakai malam dengan alat canting dan cap. Kecuali, bila ada alat lain yang mampu membubuhkan malam untuk membentuk motif.

Sentuhan tangan di dalam batik dan bukannya mesin, memberi nilai khusus pada batik. Apalagi sekarang adalah masa di mana semua produk diciptakan dalam dunia konsumsi begitu masif dengan tampak luar lebih penting dari isi. Sentuhan artisan batik di dalam sehelai kain lalu memberi sebuah rasa kedekatan antarmanusia.

Cara termudah mengamati adaptasi batik terhadap perubahan zaman adalah pada jenis motif dan warna. Batik adalah juga catatan panjang perjalanan negeri ini. Ada motif jlamprang yang merupakan adaptasi kain cinde asal India, motif naga dan burung hong yang diperkenalkan pedagang dari daratan Cina, batik basurek yang bermotif kaligrafi, motif buketan yang diambil dari kata bouquet akibat pengaruh Eropa-Belanda, motif jawa hokokai berupa bunga seruni dan kupu-kupu ketika Jepang menginvasi Indonesia, atau batik Golkar yang pernah menjadi seragam pegawai negeri sipil.

Selain itu, batik sangat tertolong oleh perkembangan teknologi tekstil. "Batik bisa menjadi seperti sekarang dengan detail sangat halus dan garisnya bisa lurus setelah pemerintah kolonial memperkenalkan kain katun halus yang di sini disebut tjap (merek) Sen," tutur Iwan Tirta, dua pekan lalu.

Kamis siang tanggal 18 April bertepatan dengan ulang tahunnya ke-67, Iwan Tirta, kembali menunjukkan kepiawaiannya sebagai artisan batik yang semakin langka: Ia memamerkan batik tulis halus di atas kain elastis yang mengandung serat Lycra.

***
Dalam pergelaran di Hotel Mulia, Senayan, itu-pergelaran tunda sebenarnya, karena semula direncanakan bulan November 2001-Iwan menawarkan berbagai kemungkinan yang bisa dicapai dalam memadukan seni batik dan kemajuan ilmu pengetahuan dalam hal ini serat regang Lycra. Selain sebagai kain panjang, sarung dan busana, menurut Iwan, katun dengan serat Lycra bisa menghasilkan lukisan batik yang duduk kainnya lebih mantap, dan bungkus bantal kursi.

Pergelaran diawali dengan rangkaian seragam awak pesawat maupun petugas darat maskapai penerbangan yang terus bertambah jumlahnya.

Sifat kain yang regang akan sangat membantu dalam pembuatan, kerapian tampilan, dan bukannya tidak mungkin juga kenyamanan pengguna. "Karena kainnya elastis, jadi bisa dibuat dalam ukuran S, M, L, tidak perlu diukur orang per orang.," kata Chossy Latu yang membantu Iwan Tirta mewujudkan beberapa busana batik Lycra karya Iwan Tirta. Rancangan batik dan model seragam awak kabin dan petugas darat dari duet Iwan dan Chossy dipilih Garuda Indonesia menjadi seragam baru maskapai penerbangan nasional ini tahun 1999 lalu.

Iwan juga menunjukkan, penggunaan bahan bersifat regang itu bisa menjawab kebutuhan akan kain panjang batik yang praktis. Dengan membuat sarung, pemakai tidak perlu direpotkan lilitan berulang dari kain panjang. Apalagi sifat regang membuat kain melekat di tubuh. Hanya yang perlu dipertimbangkan adalah ketebalan kain, karena bila terlalu tebal, akan memperbesar daerah perut di mana lipatan sarung terletak.

Untuk kemeja laki-laki, Iwan seperti biasa menawarkan motif batik hasil olahan dari beragam motif batik gaya Yogyakarta seperti semen atau motif flora dan fauna, untuk menghasilkan batik-batik baru. Begitu juga untuk gaun malam perempuan maupun gaun pagi hari, motif yang digunakan adalah perpaduan dari berbagai motif klasik. Misalnya, motif yang dibingkai dalam motif diagonal parang untuk gaun panjang, motif batik pesisiran untuk sarung, motif mega mendung untuk celana panjang, atau truntum untuk celana bermuda dan rok mini.

Sari Narulita dari majalah Her World memuji gaun panjang berleher halter dalam warna biru dan kemerahmudaan dengan motif bunga dan kupu ukuran besar dari batik jawa hokokai.

Sementara Asmoro Damais, pemilik batik Parang Akik, terkesan dengan rangkaian batik yang oleh Iwan Tirta diposisikan sebagai pakaian di pantai atau kegiatan santai, yaitu sebagai kain panjang dengan motif tidak terlalu formal yang dipakai dengan mengikatkan di pinggang, sebagai celana bermuda, rok pendek, dan kemeja-kemeja T. Di sini Iwan menggunakan teknik batik tulis dan cap secara bergantian.

***
Sebenarnya jauh sebelum bekerja sama dengan Lycra, Iwan Tirta sudah pernah membuat batik di atas bahan regang. Sebagai seniman batik, Iwan selalu mencoba berbagai kemungkinan baru dalam pengembangan teknik ragam hias yang kini identik dengan Indonesia ini. Iwan memelopori batik tulis halus di atas kain sutra, dan Iwan pula yang memperkenalkan penggunaan warna keemasan prada pada batik. Prada emas segera ditiru perajin batik di mana-mana. Setelah itu, Iwan memperkenalkan prada warna perak, yang juga ditampilkan dalam pergelaran Kamis lalu.

Iwan juga terus mendokumentasikan beragam motif batik ke dalam data digital dengan bantuan PT National Gobel dan Epson. "Sudah selesai 400 motif dari 4.000-an," tutur Iwan di butiknya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dan ketika ada pertemuan para kepala negara Asia-Pasifik yang tergabung dalam APEC di Bogor tahun 1994, Iwan membuatkan kemeja batik dengan motif disesuaikan lambang negara atau ciri khas masing-masing negara.

Untuk Lycra, ini adalah kali ketiga bekerja sama dengan perancang Indonesia. Pertama kali bersama duet Era dan Ichwan yang memproduksi label Urban Crew, yang kedua bersama Carmanita. Tentu saja ini adalah bagian dari usaha DuPont, perusahaan kimia berusia 200 tahun yang antara lain memproduksi Lycra, mempromosikan serat temuan Du Pont tersebut.

Inovasi teknologi selalu membuka peluang baru dalam kehidupan, seperti yang antara lain ditunjukkan dalam perpaduan antara serat alam dan sintetis Lycra dengan batik. Du Pont akan bisa lebih berperan membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia seandainya bekerja sama bukan hanya dengan industri tekstil besar, tetapi juga dengan penenun skala kecil di sentra-sentra industri rakyat supaya mereka tidak cuma jadi penonton. (NMP)

Tidak ada komentar: