Produksi Batik di Tegal Turun

TEGAL, KOMPAS - Produksi batik tulis di Kota Tegal atau biasa dikenal sebagai batik Tegalan menurun. Sejumlah pembatik mengaku terkendala ketersediaan minyak tanah dan kenaikan harga bahan baku.

Korilah (36), pembatik Tegalan asal Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal, Rabu (29/8) mengatakan, kesulitan minyak tanah terjadi sejak awal Agustus lalu. Namun semakin parah sejak satu minggu lalu. Saat ini ia mengaku tidak lagi memperoleh minyak tanah di wilayahnya, namun harus mencari hingga Kabupaten Tegal. Harganya pun sangat mahal, Rp 3.000 per liter.

Menurut Korilah, selama ini minyak tanah digunakan oleh pembatik untuk memasak lilin atau malam. Rata-rata satu pembatik membutuhkan sekitar satu liter minyak tanah per hari.
Kegiatan membatik biasa dilakukan oleh ibu rumah tangga, mulai pukul 08.00 hingga 16.00. Jumlah pembatik di wilayahnya sekitar 100 orang. Sebagian bekerja secara perseorangan, sebagian lainnya menjadi buruh batik di tempat orang lain.

Korilah mengaku memiliki enam pembatik, dengan produksi sekitar 10 potong kain batik per minggu. Akibat kesulitan minyak tanah, produksinya turun menjadi enam hingga delapan potong kain per minggu.

Menurutnya, sebagian pembatik yang tidak kebagian minyak tanah terpaksa berhenti bekerja. Sebagian lainnya memanfaatkan kayu bakar untuk memasak malam. Meskipun demikian, penggunaan kayu bakar menimbulkan asap yang meyebabkan iritasi pada mata serta kotoran pada kain batik. Panas yang dihasilkan dari kayu juga tidak stabil, sehingga malam yang dihasilkan terlalu hitam.

Korilah mengakatan, saat ini pembatik juga terkendala kenaikan harga bahan baku, berupa kain, obat pewarna, dan malam. Harga kain naik dari Rp 20.000 menjadi Rp 21.000 per potong ukuran 220x115 sentimeter.

Harga malam naik dari 12.000 menjadi Rp 13.000 per kilogram, sedangkan harga obat pewarna naik dari Rp 2.500 menjadi Rp 3.000 per satu bungkus. Untuk menghasilkan satu lembar kain batik dibutuhkan satu kilogram malam dan lima bungkus obat pewarna.

Kenaikan harga bahan baku tersebut menyebabkan naiknya biaya produksi, sehingga modal yang dikeluarkan juga lebih besar. Padahal pembatik masih kesulitan menaikkan harga jual kain batik. Saat ini kain batik Tegalan dijual Rp 110.000 hingga Rp 115.000 per lembar.

Muniroh (32), pembatik lainnya di Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal juga mengaku mengalami kesulitan minyak tanah. Akibatnya, produksinya turun hingga 30 persen.

Padahal memasuki bulan puasa dan lebaran, biasanya permintaan kain batik meningkat. Ia juga tidak mampu menambah persediaan bahan baku, akibat terkendala kenaikan harga.
Laporan Wartawan Kompas Siwi Nurbiajanti

Tidak ada komentar: