Otong Kartiman, Kesetiaan pada Batik Ciamis

Hari Rabu (11/5) pukul 07.00, di rumah Jalan Ciwahangan Nomor 30, Desa Imbanagara, Kabupaten Ciamis, suasana sedikit lengang. Namun, beberapa wanita masuk ke rumah ini.

KESIBUKAN lebih terasa di dalam rumah. Di ruang berukuran 15 x 15 meter itu, enam wanita menggunting kain batik sepanjang 33,75 meter menjadi 15 potong kain panjang. Di sisi lain, empat wanita mengelim tepi kain itu. Kain-kain itu dilipat, diberi label, dan dikemas dalam plastik oleh wanita-wanita lain.

Produksi kain batik di CV Bintang Pusaka, Rabu lalu, memasuki tahap akhir. Perusahaan yang didirikan H Otong Kartiman ini adalah satu-satunya yang memproduksi batik di Ciamis.

Otong Kartiman mengenal batik sejak kecil. Kedua orangtuanya, H Abdul Mazid dan Hj Unah Siti Khodijah, adalah pembatik. Mereka membuat batik tulis ciamisan dan pendiri Koperasi Rukun Batik.

Tahun 1956 Otong Kartiman terjun ke usaha batik. Seharusnya ia menyelesaikan SMA di Yogyakarta. Namun, ketika orangtuanya sakit, ia melanjutkan usaha batik itu. Produknya masih batik tulis ciamisan.

Batik Ciamis berbeda dengan batik di daerah lain. Coraknya tidak terlalu ramai. Ada yang bermotif daun, ada pula yang bermotif parang rusak. Ciri yang paling dominan adalah pada penggunaan warna. Batik Ciamis hanya menggunakan dua warna, misalnya warna coklat dan hitam dengan dasar putih.

Sekitar tahun 1980 masyarakat lebih menyukai batik cetak yang harganya jauh lebih murah. CV Bintang Pusaka pun mengubah haluan dan membuat batik cetak. Batik tulis yang pembuatannya memakan waktu lama dan berharga mahal ditinggalkan.

Kini semua produknya adalah batik cetak. Produknya tidak hanya batik Ciamis, tetapi juga batik Pekalongan, Solo, Garut, atau Cirebon. Motifnya pun bisa dibuat sesuai pesanan.

Nama perusahaan, Bintang Pusaka, dipilih dengan alasan religius. Bintang mengingatkan Otong untuk menjadi umat yang taat pada lima Rukun Islam.

Usaha ini tidak langsung membesar. Awalnya, Otong harus menawarkan dagangannya ke toko-toko di Bandung, Surabaya, Jakarta, atau Palembang. Sekarang hal itu tak perlu lagi dilakukan. Para pedagang telah mengenal pengusaha batik dan produknya.

Saat ini sekitar 80 karyawan bekerja di pabrik batik ini. Mereka menjalankan proses produksi yang sebagian besar sudah dilakukan dengan mesin.

Pembuatan batik dimulai dengan pemanasan dan pewarnaan kain pada suhu 160 derajat Celsius hingga 180 derajat Celsius. Kain putih dimasukkan ke mesin dan diberi warna dasar. Bila warna dasar yang diinginkan adalah putih, yang dilakukan adalah pemutihan kain.

Kain yang telah diwarnai tersebut dicetak dengan motif sesuai kebutuhan. Cetakannya dibuat dari klise. Pembuatan cetakan ini dilakukan dengan komputer. Kain yang telah bermotif selanjutnya dipanaskan kembali di mesin. Tahap ini untuk membangkitkan warna pada batik dan membuat tinta melekat kuat pada kain.

Setelah itu, kain batik dicuci. Tahap ini dalam bahasa Sunda disebut ngarorod. Kain batik yang telah bersih dikanji dan dipanaskan sampai kering. Tahap akhir adalah pemotongan, pengeliman, pelipatan, pemberian label, dan pengemasan. Kain batik pun siap dipasarkan ke daerah-daerah.

Pemasaran batik biasanya melalui jalur distribusi yang cukup panjang. Dari pabrik, pembeli dari Pasar Baru Bandung, misalnya, mengambil 100 kodi (2.000 potong) kain batik dengan truk. Barang dibawa ke Bandung baru dipasok ke daerah-daerah seperti Tasikmalaya, Garut, dan Cirebon.

Setiap hari produksi perusahaan ini sekitar 250 kodi (5.000 potong) kain batik. Setiap potong kain panjangnya 2,25 meter. Dengan harga jual Rp 15.000 untuk kain batik berbahan poliester dan Rp 30.000 untuk batik katun, omzet Otong berkisar Rp 75 juta-Rp 150 juta per hari.

Dengan batik inilah Otong membesarkan dan menyekolahkan empat putri dan seorang putranya. Kini ia juga mempunyai 17 cucu. Dari kelima anaknya, putranya, H Pepep Ukimulyana, mengikuti jejak ayahnya dan terjun ke usaha batik. Dialah yang sekarang memimpin bagian produksi.

Pria kelahiran Ciamis ini juga aktif di Koperasi Rukun Batik. Kegiatannya ini didukung kemampuan administrasi yang diperoleh dari kursus administrasi selama setahun di Ciamis.

Koperasi itu mewadahi 421 pengusaha batik di Kabupaten Ciamis. Namun sayang, banyak pengusaha batik yang gulung tikar ketika terjadi krisis moneter tahun 1997. Kini, menurut Otong, Koperasi Rukun Batik bergerak di bidang usaha sampingan seperti perkebunan.

Otong menyebut caranya mengelola usaha sebagai manajemen sarungan. Sehari-hari ia tidak berlaku formal dengan karyawannya. Ini yang dinamakannya sebagai gaya sarungan. Sedikitnya sebulan sekali karyawan berkumpul dengan pimpinan untuk evaluasi.

Ia pun menyebutkan kiatnya mempertahankan perusahaan. "Menjaga kualitas dan kuantitas produk itu penting, kualitas bahan juga. Selain itu, harus ada efisiensi pada produksi, juga jumlah karyawan harus sesuai kebutuhan," katanya.

Penghargaan yang pernah diraih Otong Kartiman di antaranya Asian Executive Man Golden Award tanggal 10 Maret 2005 di Hotel Kartika Chandra, Jakarta. (NINA SUSILO)

Tidak ada komentar: