Kerajinan Batik Tulis Kudus Dihidupkan Kembali

Kudus, Kamis--Pemerintah Kabupaten Kudus melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kudus berupaya menghidupkan kembali usaha kerajinan batik tulis khas Kudus, setelah sejak 1980-an, keberadaannya mulai tenggelam.

"Saat itu, batik tulis Kudus memang kalah bersaing dengan batik cetak (printing), meski batik tulis diklaim memiliki kualitas yang bagus," kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kudus, Djoko Indratmo, di Kudus, Kamis.

Akibatnya, kata dia, tidak ada generasi penerus, selain karena meninggal, para perajin dulu banyak yang beralih profesi mengingat usaha tersebut tidak kompetitif.

Selain itu, motif batik tulis khas Kudus yang cukup unik seperti Kapal Kandas, Kawung Tri Busono, Beras Kecer, Sido Mukti, Grori Rucah, tidak lagi dikenal para generasi mudanya.

Meski demikian, pihaknya tetap optimistis, usaha yang dirintisnya sejak tahun 2004 untuk mengembalikan kejayaan kerajinan batik tulis Kudus akan berhasil.

"Kita telah memulai usaha sejak 2004 lalu dengan melakukan perekrutan tenaga yang bersedia dididik menjadi pembatik yang diambilkan dari tim penggerak PKK Kudus," katanya.

Pada tahun 2005, sebanyak 20 orang anggota tim penggerak PKK Kudus tersebut berhasil diikutkan dalam pelatihan membatik. Bahkan, hasil kerajinan batik tulis mereka juga berhasil dipasarkan dan diikutkan dalam sejumlah pameran batik di tingkat lokal, Jawa Tengah, dan nasional.

"Pameran batik tulis di Hotel Graha Santika Semarang pada pertengahan Agustus lalu, juga kita ikuti. Tujuannya memang bukan sepenuhnya penjualan tapi pada pengenalan kembali kerajinan tersebut," katanya.

Menurut rencana, pada pertengahan bulan Nopember 2007, sebanyak 10 orang tenaga terdidik akan mengikuti pelatihan pewarnaan membatik di Pekalongan, Jawa Tengah.

"Saat ini, kita tidak lagi kesulitan mencari tenaga pembatik, hanya saja mereka perlu memperdalam keahlian dalam pewarnaan membatik, pasalnya, kekhasan batik terdahulu ditekankan pada pewarnaan yang lebih kuat," katanya.

Pernyataan senada diungkapkan oleh tokoh batik tulis Kudus asal Desa Ngembalrejo, Tohari bahwa batik Kudus ditekankan pada pewarnaan batik tulis yang lebih matang, tua, kuat, dan tidak mudah luntur.

"Soga (teknik pewarnaan) lebih tebal. Sehingga ketika dikenakan terlihat lebih halus dan bersih," katanya.

Menanggapi usaha Pemkab Kudus menghidupkan kembali kerajinan batik tulis, pihaknya sangat setuju, mengingat batik tulis Kudus mulai surut sekitar tahun 1970-1980.

"Penyebab utama surutnya usaha batik tulis itu diantaranya permintaan yang menurun akibat harga batik cetak yang relatif murah," katanya.

Ia mencontohkan, harga satu potong batik tulis bisa mencapai Rp 600 ribu. Sedangkan batik cetak yang paling mahal dan bagus hanya Rp 150 ribu-Rp200 ribu.

Kondisi tersebut mengakibatkan para pengrajin beralih profesi ke bordir dan konveksi karena lebih menguntungkan. "Jika tidak ada regenerasi, itu memang wajar, karena banyak yang menghentikan usahanya," katanya.

Sumber: Antara
Penulis: jodhi

Tidak ada komentar: