Sejuta Gaya Batik

Geliat peragaan busana yang digelar di beberapa penjuru Tanah Air semakin bersinar. Beberapa waktu lalu, Kota Gudeg Yogyakarta tidak mau ketinggalan dan ikut ambil bagian.

Dengan mengusung tema "Jogja Fashion Week (JFW) 2008", peragaan akbar yang berlangsung selama lima hari ini mengambil tempat di Pagelaran Keraton Yogyakarta. Ajang ini menampilkan karya para perancang setempat dan melibatkan perancang dari kota lain, seperti Solo, Klaten, Pekalongan, Bandung, Semarang dan Bali.

"Batik kini menjadi idola, dipakai dalam berbagai kesempatan. Kian digemari tak hanya oleh kaum tua, orang muda pun mulai melirik dan menyukai batik. Ini sangat menggembirakan sekaligus menjadi tantangan," ujar Afif Syakur, perancang busana asal Pekalongan yang lama berkiprah di Yogyakarta.

Afif menyajikan tema "Culturally Plural" yang diharapkan menjadi ajang promosi yang semakin meningkatkan potensi industri tekstil dalam negeri. "Saya ingin masyarakat tahu batik pun bisa tampil dalam berbagai pernik, seperti tas, ikat pinggang, topi, bahkan sepatu."

Sementara itu, perancang Ari Sudewo menampilkan karya apiknya yang terinspirasi dari ikat sarung. "Saya ingin masyarakat menyukai keindahan kain lokal Indonesia tidak hanya batik, tapi sarung juga jadi sumber inspirasi yang memikat," ucapnya. Di tangan Ari, tercipta aneka busana sederhana dari ikat sarung. Dengan ragam sederhana tapi manis, ia menyajikan celana panjang warna cokelat hijau, blus lengan pendek bermotif garis-garis, blus cokelat hijau, dan sebagainya.

Lain halnya dengan Endi, perancang asal Bali yang mengusung keindahan batik pesisiran. Keberaniannya menampilkan aneka warna ceria. Ia menyajikan koleksi baju panjang, bagian atas berbentuk tank top, rok lebar berkerut, serta busana mini untuk saat bersantai yang di bagian bawahnya diberi aksen rempel.

"Dengan busana begini, saya ingin remaja atau kaum muda punya kebanggaan mengenakan batik. Mereka (para remaja) sangat cocok, menyukai batik bernuansa santai," tukas Endi.

Kemudian beberapa perancang lainnya, seperti Dewi Sifa, Cicik Mulyaningtyas (keduanya asal Yogyakarta), dan Zikin (Pekalongan) lagi-lagi mengusung batik dipadu tekstil polos. "Menghadirkan gaya padu padan begini sebagai alternatif yang semakin disukai para pecinta batik," papar Dewi bersemangat.

Untuk gaya serius dengan memadukan berbagai motif batik dengan brokat, songket, ataubordir disajikan perancang asal Yogyakarta, seperti Manik Puspita, Iis, Dina Isfandiary, dan Budi Susanto. "Keindahan batik akan lebih memukau bila dipadukan dengan brokat, songket, dan bordir. Selain nilai eksotis, batik bisa lebih tampil mewah menawan," ucap Manik.

Perancang Nita Azhar menyambut baik perhelatan ini. Di mata perancang batik senior asal Yogyakarta itu, JFW merupakan ajang positif yang memberikan ruang serta tempat bagi para perancang muda bisa terus maju, mengembangkan tekstil tradisional, serta semakin mencintai produk sendiri. "Biar bagaimanapun, para perancang harus mampu mendesain karya yang bisa dijual," ujarnya. LM Idayanie

Tidak ada komentar: