Citarasa Tinggi Batik Alami

Dunia mengakui, batik memiliki nilai seni tinggi. Dengan pewarnaan alami, nilai seni itu pun memiliki citarasa tersendiri.

Batik adalah salah satu kekayaan budaya yang masih tetap lestari. Karya batik terlihat cantik dengan berbagai macam jenis dan motifnya. Kini, penggemar batik dari luar negeri lebih tertarik pada batik yang diwarnai dengan serat-serat alam.

Warna alam menjadi sumber utama dari warna merah, biru, dan kuning. Keahlian turun-temurun para peracik warna selama berabad-abad merupakan salah satu bentuk ungkapan nuansa dan nada warna. Semakin tinggi keahlian dan pengalaman pembatik, semakin bertambah pula rentang nada warna yang dihasilkan. Hendri Suprapto, Consultant of Natural Dyes BIXA Batik Natural Colours, dengan jelas memaparkan keunggulan pewarnaan alam yang berasal dari jenis pohon soga. “Batik dengan warna alam akan kontras dipandang, terasa sejuk, dan menyehatkan kornea mata,” kata Hendri.

Batik-batik dengan warna alam, seperti biru, soga, merah, hijau, violet, dan kuning telah menjadi simbol batik keraton. Pembentukan warna alam terjadi melalui dialektika pertumbuhan alam. Warna-warna yang dihasilkan dari proses-proses alamiah cenderung menampilakan kesan luwes, lembut, dan tidak akan menghasilkan nada warna yang persis sama meski menggunakan resep yang sama.

Selain soga, jenis tumbuhan untuk pewarna alam adalah gambir, tumbuhan teh, dan temu lawak sebagai penghasil warna cokelat. Akar mengkudu untuk menghasilkan warna merah, serta jenis tanaman indigofera untuk warna biru. “Jenis tanah juga akan memengaruhi tingkat ketajaman warna. Misalnya saja tumbuhan secang yang ditanam di tanah Jawa dan Bali akan menghasilkan warna merah-coklat yang bebeda,” jelas Hendri.

Seiring kemajuan teknologi, sejak tahun 1910, mulai muncul teknik pewarnaan sintetis. Jenis pewarna ini menggunakan bahan indigosol, basis, procion, indanthreen, dan naphtol, sehingga warna nampak tajam, cerah, dan mencolok mata. Salah satu dampak dari pewarna sintetis, 90% akan merusak sel-sel epidermis, sehingga menjadi penyebab penyakit kanker kulit.

Peminat batik warna alam diminati turis mancanegara. Konsumen batik tulis dengan warna alam 75% adalah turis Jepang. Mami Kato, seorang seniman dari Jepang menyatakan ketertarikan mereka pada batik warna alam, terutama batik Keraton Jogja dan Solo. “Dunia mengampanyekan untuk back to nature atau kembali ke alam,” ujarnya.

Menilik warna alam, para pembatik dari Desa Giriloyo, Wukirsari, Imogiri Bantul, tetap berkomitmen dengan pewarnaan alam. Para pembatik yang tergabung dalam paguyuban batik Handarbeni ini lebih menghargai pewarnaan batik dengan menggunakan unsur alam, yang nantinya akan menghasilkan warna-warna elegan dan bercitarsa tinggi.
Paguyuban ini terbentuk pada pascagempa 27 Mei lalu. Mas Nur Ahmadi, pendamping paguyuban Handarbeni mengungkapkan, pembentukan paguyuban batik ini menjadi salah satu upaya untuk membangkitkan semangat para pembatik Wukirsari. “Agar pembatik tetap menghargai warisan nenek moyang, dan banyak generasi muda yang mau belajar batik,” ujar Nur.

Theresia Andayani; Foto: Wisnu Ari

Tidak ada komentar: